Spirit Conductor: Book 1, Chapter 10



Chapter 10 - Amukan Hewan Buas yang Terperangkap

“Hehe, katanya lagi sebentar tuan muda kita bakal duel sama anak cacat dari Yashura itu.”

Kata salah seorang petarung Blackwood yang tengah mabuk di markas besar itu.

“Hmph! Kalau aja Kepala Keluarga Malikh itu gak keras kepala, gak mungkin tuan muda bakal repot-repot datang ke desa kecil untuk berduel. Bikin repot Keluarga Blackwood aja. Mau diliat dari mana pun hasil duelnya sudah jelas dari awal.”

“Bah! Denger nama Yashura aja rasanya seperti ketusuk duri yang nyangkut ke daging, ah!”

Orang-orang mabuk itu hanya bisa komplain karena kebanyakan dari mereka tak bisa tenang menjalankan misi, bahkan fasilitas yang mereka dapatkan berkurang karena Keluarga Blackwood mengeluarkan banyak dana untuk membeli pengaruh total di regu para petarung ini.

“Gara-gara masalah sepele seperti itu, Tuan Alex gak bisa ikut misi kali ini. Kalau saja dia ada di sini, gak bakalan pusing kita sekarang.”

“Iya, iya. Kalau saja Tuan Alex di sini, Jhuro pasti langsung modar tanpa tau alasannya mati kenapa. Hmph! Walaupun dia itu kelas unik, di hadapan Knight level 52 seperti Tuan Alex sampah seperti dia cuma bisa menyingkir!”

“Gak perlu Tuan Alex bertindak, mati lah si Jhuro itu sekarang! Sumur dan suplai makanan sekarang sudah kita kuasai. Berani kabur dia sekarang? Di tengah padang pasir begini? Yang ada mati kelaparan dia!”

“Cih! Orang kampung yang namanya Jhuro itu beraninya sombong pas di dalem wilayah sekolah Hatim Malakas doank! Sekarang pas di luar begini, dia sudah terperangkap, mau bilang apa lagi dia sekarang. Haha!”

Pria tiga puluhan yang mengatakan demikian tertawa, dan beberapa yang lain ikut tertawa karena sudah pada mabuk. Namun tawa mereka langsung berhenti ketika sebuah sosok gempal dengan tinggi dua meter lebih masuk ke dalam tenda.

“Kalian terlalu meremehkan Jhuro Yashura. Walaupun yang di atas sepuluh level dari dia pun, hanya orang bodoh yang berani berhadapan dengannya tanpa membawa ramuan anti-racun tingkat tinggi.”

Mendengar pria gempal itu berbicara, yang lain hanya mengangguk sambil tersenyum pahit. Walau nadanya terdengar santai, namun tak ada dari mereka yang berani berdebat dengan pria gempal ini.

Ia adalah Hale Blackwood. Seorang petarung kelas Berserker berlevel 49.

Berperawakan seperti dari suku barbar, terutama dengan bekas luka sayatan di tubuh dan wajahnya, Hale jauh berbeda dari penampilan orang-orang Blackwood yang memberikan impresi kebangsawanan. Konon katanya, sewaktu kecil Hale dipungut dari daerah yang dikuasai Fireaxe Giant Clan untuk dijadikan budak.

Siapa yang menyangka Hale muda memiliki talenta yang bagus serta bakat dan insting yang baik dalam bertarung. Karena itu, Tuan Besar Blackwood generasi sebelumnya memberikan banyak ramuan dan ‘Scroll of Strength’ untuk mengembangkan potensinya. Tapi karena gelagatnya yang seperti berandal dan senang bertarung, ia selalu membuat malu keluarga Blackwood. Tak lama kemudian, Tuan Besar Blackwood pada saat itu mulai melupakannya dan Hale muda pun dibiarkan hidup mengandalkan dirinya sendiri.

Dikesampingkan dan dilupakan, hal itu tak membuat Hale menjadi kecut. Malah ia mulai aktif bangkit dengan kekuatannya dan jalannya sendiri, mengandalkan keras bogemnya untuk mendapatkan kembali muka dan membuat mereka yang melihat sinis kepadanya menjadi gemetaran kaki mereka.

Saat itu Hale mengerti ia tidaklah seperti Alex Blackwood, kesatria muda yang tampan tapi pintar menjilat dan disenangi oleh para bangsawan. Hale Blackwood adalah seorang pemuda pantang menyerah yang selalu berterus-terang menjalani hidupnya.

Tak lama kemudian, ia menjadi salah satu tombak terbaik di generasi muda Blackwood dan langsung memiliki pengaruh yang kuat di pemuda Blackwood. Walau berkembang tanpa bantuan ramuan dan scroll dari Tuan Besar Blackwood lagi, ia membuktikan dirinya mampu berdiri sendiri tanpa rasa kasihan dan tanpa harus menjadi boneka orang lain.

Tapi sayang, temperamennya yang liar dan candunya akan pertarungan membuat ia tak begitu populer di antara para bangsawan dan juga Dewan Besar Keluarga Blackwood. Karena itu, ia selalu berada selangkah di belakang Alex Blackwood yang seperti ikan membaur di dunia yang penuh dengan kemewahan dan martabat ini.

“Tuan Hale, tenda kita di bagian timur diserang kabut hijau tebal.”

Lapor seorang pemuda dua puluhan tergesa-gesa masuk ke dalam markas besar.

“Hm? Serangan monster? Atau ada yang bikin ulah?”

“Lapor, Tuan Hale. Kami mengira kabut itu beracun, jadi kami gak tau pasti. Selain itu, empat orang kita menghilang semenjak dua jam yang lalu.”

“Jhuro Yashura?”

Mata Hale langsung berkilat ketika pemuda itu melaporkan kabut beracun.

“Saya gak berani memastikan itu Jhuro, Tuan Hale. Kalau memang Jhuro menyerang, mungkin semua orang yang di tenda sudah mati sekarang.”

Hale Blackwood mengerti maksud pemuda itu. Tenda bagian timur adalah tenda yang disediakan untuk generasi muda Blackwood yang ikut mencari pengalaman. Dalam ekspedisi misi ini, banyak anggota regu membawa murid atau pemuda bimbingan mereka mencicipi dunia luar. Sekolah seperti Hatim Malakas dan Samolhy Estangerd biasanya melakukan hal seperti ini tapi kali ini hanya satu atau dua sepuh yang membawa murid pribadi mereka.

“Di mana tenda itu, tunjukannya jalannya,” tubuh raksasa Hale bangkit ketika ia baru saja duduk datang ke tenda markas besar itu. Kemudian ia melihat ke arah orang-orang yang sudah mabuk di tenda itu. “Apa ada Specialist di sini?”

Mendengar pertanyaan tegas Hale, orang-orang mabuk itu tak berani menunda waktu pria gempal itu. Salah seorang langsung melompat ke pojok tenda dan menendang tubuh seorang pria berkacamata yang sudah setengah pingsan di lantai.

“Hah? Hah? Ada apa? Ada apa?”

“Kamu Specialist? Ikut aku cepat!”

Melihat Hale Blackwood memerintah, pria berkacamata itu langsung melompat seperti ia sedang sehat. Jalannya sempoyongan dan matanya sudah berat, namun sama sekali tak berani ketinggalan Hale yang sedang melangkah terburu-buru.

Lima belas menit kemudian, mereka tiba di sebuah tenda berukuran sedang yang bisa menampung belasan orang. Tenda itu sudah dipenuhi kabut hijau yang mengambang di udara.

“Cepat periksa kekuatan racun itu!” seru Hale kepada si kacamata.

Specialist itu langsung mengenakan cincin yang ia simpan di sakunya. Kemudian dari cincin itu muncul cahaya kuning sebesar bola tenis. Ia melempar bola cahaya itu ke dalam kabut beracun.

Sedetik kemudian, layar bercahaya muncul di hadapannya. Ia membaca informasi yang tertulis di situ.

“Kabut ini berasal dari magic item buatan Alchemist berlevel rendah tapi memiliki pengetahuan tentang racun yang sangat intensif. Bisa dilihat dari mana yang disisipkan sangat tipis tapi racikannya sangat rumit. Efeknya gak terlalu merusak fisik, tapi kalau terhirup bisa membuat emosi menjadi gak stabil. Jika digunakan dalam jangka luas menurutku magic item ini bisa membuat kondisi menjadi anarkis dan kacau.”

Hale mengangguk mendengar laporan Specialist tersebut. Dalam pikirannya, hanya satu orang yang memiliki pengetahuan tentang racikan racun yang rumit namun memiliki talenta alkemis di bawah rata-rata. Kenyataannya, orang itu bukanlah seorang Alchemist, melainkan petarung biasa yang hobi membuat racun. Orang biasa pun bisa meracik ramuan dan mempelajari seni alkemi, namun tak mampu menyisipkan mana untuk membuat magic item atau ramuan tingkat tinggi. Karena itu sistem Specialist mengenalinya sebagai Alchemist berlevel rendah.

“Ini item dibuat oleh Jhuro Yashura. Tapi kalau ditanya siapa yang melepaskannya di tenda kita, aku yakin bukan dia orangnya,” ujar Hale dengan ekspresi serius. Ia melihat ke arah Specialist itu dan berkata, “Apa kamu bisa melenyapkan kabut ini?”

Pria berkacamata itu mengangguk. “Beri aku waktu setengah jam.”

Dengan begitu Hale Blackwood langsung melangkahkan kaki dari situ.

Sepanjang ia berjalan, wajah Hale yang penuh dengan bekas luka nampak serius menimbang sesuatu. Sorotan matanya tajam mengarah ke udara kosong, alisnya mengerut saling bertemu satu sama lain.

Tanpa ia sadari ia sampai ke markas besar tadi.

Melihat tenda besar di depannya, ia terdiam. Ia melihat ke arah tanah berpasir di depan tenda itu. Suara riang dan komplain setengah mabuk sudah tak ada lagi. Hening. Hale menoleh ke bawah, ada jejak tetesan darah di sana.

*Bruug*

Suara benda jatuh lembut terdengar dari dalam tenda. Hale yang waspada langsung mengeluarkan kapak berwarna perak dari mystic bag-nya.

Langkah demi langkah ia berjalan ke arah tenda. Dibukanya tirai tenda itu perlahan.

Dan ia melihat hampir semua tubuh yang tadinya mabuk sudah tak bernyawa. Darah berceceran di mana-mana.

Hale menelan ludahnya. Ia tahu situasi seperti apa ia berada sekarang ini. Hewan buas yang mereka perangkap kini mengamuk di saat-saat terakhirnya. Sejak awal Hale sudah menduga ada kesempatan Jhuro akan membalas skema Blackwood untuk membunuhnya secara diam-diam.

“Tu—tuan Hale...”

Sebuah suara lemah terdengar tak jauh darinya. Hale menoleh dan melihat seorang pria paruh baya yang tadinya mabuk-mabukan kini sudah dalam kondisi berdarah-darah. Selain itu, kulitnya sudah berwarna hijau gelap dan bercak-bercak hitam pekat muncul di mana-mana.

Orang itu sudah terkena racun yang sangat kuat. Ia mencari-cari mystic bag milik teman-temannya yang mati untuk meminum antidot racun mereka seperti orang gila. Kini sudah lebih dari dua puluh botol antidot racun berserakan di lantai sekitarnya.

“Jhuro Yashura?”

“Iblis itu datang menerobos dan langsung membantai semuanya. Borrus sempat melawan dan melukainya, tapi akhirnya mati juga karena gerakannya melambat.”

“Kemana dia sekarang?”

“Dia...” orang itu nampak ragu menjawab. “Sebelum dia pergi, Jhuro sempat bertanya tentang letak tenda-tenda Blackwood yang lain...”

Mendengar itu urat di leher dan kening Hale langsung menyeruak. Matanya menjadi tajam menatap orang itu. “Terus kamu menjawabnya?” tanyanya pelan dengan amarah yang ditahan di nadanya.

“Tuan Hale, Tuan Hale! Mana mungkin orang rendahan seperti saya ini berani mengkhianati Blackwood... Si Risco! Risco tadi yang menjawab iblis itu!”

Hale terdiam. Tak menjawab. Dari ekspresinya, tak bisa diketahui kalau dia percaya atau tidak ucapan orang itu.

“Ampuni saya Tuan Hale... saya sama sekali gak mengkhianati Blackwood... demi apa pun, saya berani sumpah....”

“Racun di tubuhmu hanya bisa disembuhkan oleh Healer tier-2 atau antidot khusus dari Alchemist tingkat menengah. Jika gak diobati, dalam dua minggu kamu bakal mati. Apa kamu bisa mengeluarkan seenggaknya lima ratus gold untuk menyembuhkan racunmu ini?”

Mendengar itu ekspresi orang yang terkena racun Jhuro semakin kehilangan warnanya. Ia sama sekali tak bisa menjawab pertanyaan Hale Blackwood.

Melihat wajah orang itu semakin tenggelam dan tetap diam, Hale menjadi lebih tak sabaran.

“Kalau begitu akan kuberikan kabar ke keluargamu kalau kamu sudah gugur dalam misi kali ini.”

Tanpa mengucapkan sepatah kata tambahan, Hale mengayunkan kapaknya ke arah bahu orang itu dan langsung menembus ke dada kirinya.

Ekspresinya membeku saat kapak menancap dalam di tubuhnya.

Hale mendorong tubuh orang itu dengan kakinya untuk menarik kembali kapaknya yang menancap. Darah kental membasahi kapak peraknya. Ia mengeluarkan kain kusam berbau amis darah untuk mengelap kapaknya sambil memandangi orang yang baru ia bunuh dengan ekspresi wajah serius.

“Jhuro Yashura...” bisiknya pelan-pelan di tengah malam yang sepi itu.

***

Seorang pemuda dua puluhan menyalurkan sedikit mungkin mana ke dalam magic item berbentuk lampu pijar, berusaha agar tak ada orang lain yang menyadari ia tengah bersembunyi di dalam gua itu. Cahaya redup menerangi dinding berbatuan yang kasar dan tak seimbang. Sesekali suara bising membuatnya waspada menatap ke arah luar gua. Tapi tak ada yang datang. Ia pun tetap diam menunggu.

*Tap tap tap tap...*

Suara langkah kaki berat terdengar. Pemuda itu menahan napasnya, memegang erat pedang bermata dua di tangan kanannya.

“Siapa itu?” bisiknya pelan.

“Tharu, ini paman.”

Pemuda itu melonggarkan bahunya sambil lega mengeluarkan napas panjang. Ia menaruh pedangnya di sabuk yang menempel di pinggang kirinya. Kemudian berjalan ke arah mulut gua untuk menyambut pendatang itu.

“Paman Jhuro, paman terluka!”

“Ah, Tharu! Ini cuma kegores dikit. Kamu bawa minuman?”

Pemuda yang bernama Tharu Yashura bergegas mengambil botol minuman yang ia bawa tadi.

“Paman sudah membunuh orang-orang Blackwood. Sekarang mereka pasti gak akan memaafkan paman.”

“Heh, memang apa bedanya. Sejak awal mereka ingin membunuhku, kan. Lebih baik bertindak sekarang ketimbang nanti saat Blackwood sudah kedatangan bantuan.”

“Luka di bahu paman masih berdarah. Aku membawa perban tadi.”

Tharu mencari-cari perban yang di tas yang ia bawa. Sebelum itu ia memberikan kain kepada Jhuro untuk mengusap darah. Semenjak pria paruh baya itu datang, baju dan wajahnya sudah merah karena darah. Matanya yang tenang dan terlihat bijak sudah menjadi seperti bola mata iblis ketika janggut dan rambut panjang yang diikatnya basah oleh darah. Wajahnya juga masih ada garis merah darah yang tadinya diusap hanya dengan jari dan meninggalkan bekas, kini penampakannya mirip seperti prajurit suku liar yang baru dibaptis oleh darah perang.

“Kalau ada balsem untuk luka, kita bisa menyembuhkan luka ini. Hanya dengan perban setidaknya bisa menutup pendarahan dan memulihkan hit point yang bocor. Paman Jhuro, jika begini terus, mereka akan dengan mudah menangkap paman dan berusaha membalaskan dendam teman-teman mereka!”

Tharu cemas karena ia tahu persediaan ‘Healing Potion’ Jhuro tinggal beberapa botol.

“Jangan khawatir. Aku tadi sial berhadapan dengan beberapa petarung tier-2 di tenda itu. Lain kali aku akan mengincar yang level rendah dulu. Dengan racunku mereka cepat jatuh satu demi satu.”

Jhuro sudah membersihkan darah di wajahnya dan kini matanya yang damai itu memberikan kesan rileks dan tenteram. Walau aslinya wajah pria itu beringas dan kasar, tetapi jika berada di sekitar orang yang dekat dengannya ia selalu mengeluarkan senyum tipis yang terasa hangat.

Tharu mengerti situasi pamannya saat ini. Satu orang melawan pasukan Blackwood, jika itu orang lain mereka akan panik dan berusaha sebisa mungkin untuk bertahan hidup. Tapi ketika ia melihat senyum tipis di wajah Jhuro, entah mengapa ia melihat tak ada beban yang sedang dipikul pria paruh baya itu.

Setelah menegak setengah botol minuman, Jhuro mengeluarkan napas panjang. Matanya bersinar memandangi langit malam di luar mulut gua.

“Sudah berapa tahun aku gak sempat pulang? Aku ingin sekali lagi melihat Shira. Sejauh mana anak itu berkembang...”

“Paman, jangan khawatir! Setelah aku kembali, gak bakal ada yang berani menyentuh Shira di bawah perlindunganku!”

Pria itu menoleh ke arah Tharu yang menatap kepadanya dengan sorotan mata yang penuh dengan tekad. Ia mengangguk puas dan menyodorkan botol minuman ke arah pemuda itu.

“Bagus, bagus! Aku akan tenang jika bisa mengandalkanmu. Aku tau Ozhi sialan itu gak bakal becus melindungi keluargaku setelah aku mati nanti. Haha...”

Tharu ikut tersenyum dan tertawa kecil sambil menerima botol tersebut. Melihat pria yang tubuhnya penuh dengan luka itu bertingkah santai, beragam emosi membaur mencoba menggedor-gedor dadanya.

Dua bulan yang lalu mereka masih ceria menjalankan hidup mereka. Hari-hari berlalu dengan lancar dan tanpa beban. Jhuro sibuk memburu monster dan hewan buas sedang Tharu berusaha menaikkan levelnya sembari mempelajari dunia luar di bawah perlindungan Jhuro.

Tetapi setelah muncul kabar tunangan dari Keluarga Malikh itu adalah talenta jenius, situasi mulai menegang. Kehidupan mereka di padang pasir ini tak semudah seperti sebelumnya.

Blackwood semakin tak nyaman setelah kabar itu cepat menyebar. Begitu juga dengan Yashura. Mereka tahu Blackwood tak akan menekan Keluarga Malikh secara terang-terangan mengingat potensi Bhela yang mengerikan, dan akhirnya yang menjadi sasaran adalah Yashura.

Yashura memiliki kesempatan untuk melepaskan diri dari cengkeraman Blackwood, dengan cara sukarela memutuskan hubungan dengan Keluarga Malikh tetapi orang yang bertanggung jawab atas semua ini sedang duduk santai membaringkan tubuhnya di dalam gua ini.

Dan orang itu sekarang sudah terlanjur membunuh beberapa orang Blackwood...

‘Mereka mau membunuhnya diam-diam dan sampai-sampai katanya mengeluarkan banyak emas untuk uang tutup mulut para petarung yang lain. Tapi jika mereka pikir hanya dengan emas bayarannya untuk membunuh paman Jhuro, mereka terlalu meremehkan Yashura!’ pikir Tharu dalam hati. Pemuda itu dengan tulus khawatir sekaligus kagum pada gurunya ini.

Tiba-tiba Jhuro menjatuhkan beberapa senjata andalannya dari dalam ruang buatan di mystic bag yang tergantung di pinggangnya. Tiga pedang tebal bermata dua, satu pedang berukuran pendek ringan serta sebuah belati kecil bersarung yang nampak mudah diselipkan di tempat tersembunyi.

Berbeda dengan petarung lain yang mengandalkan magic weapon untuk senjata mereka, kelima senjata yang dikeluarkan Jhuro ini sama sekali tak teraliri mana dan merupakan senjata biasa. Permukaannya masih terlihat mengkilap dan belum tergores seperti baru. Jhuro belum pernah menggunakannya sama sekali.

Kemudian ia mengeluarkan beberapa botol berisi cairan berwarna hitam pekat, hijau gelap, dan warna-warna lain yang nampak beracun dan berbahaya.

Jhuro memiliki kebiasaan menggunakan senjata baru setiap kali masuk ke medan pertarungan. Pernah ada yang melihatnya membuang pedang yang baru ia gunakan setelah membunuh monster. Orang lain tak mengerti maksud Jhuro ini.

Tapi bagi mereka yang terbiasa menggunakan racun sebagai senjata, terutama yang memiliki elemental affinity poison, mengerti bahayanya menyimpan senjata beracun terlalu lama. Alasannya karena kebanyakan jenis racun yang diimbuhi mana dengan elemen berafinitas poison akan bereaksi jika bersentuhan dengan darah. Hal ini bisa saja melukai penggunanya jika dibiarkan begitu saja.

“Paman, biarkan aku membantu!” seru Tharu antusias.

“Mm,” Jhuro mengangguk, kemudian menunjuk tiga pedang tebal di depannya. “Yang ini olesi dengan ‘Paralyse Poison’, ‘Mana Leak Poison’ dan ‘Bluesky Snake Venom’. Short swordnya kamu bubuhi bubuk ‘Nightflame Flower Essence’, kemudian bakar pakai api Alchemist sampai bubuknya mencair dan meresap ke dalam pedangnya.”

Tharu mengerti tugas yang diberikan Jhuro. Ia sudah beberapa kali membantu pria itu meracik racun dan menempelkannya ke senjata. Walau beberapa kali terluka oleh racun karena tak waspada, biasanya Tharu melakukan pekerjaan yang baik melakukan hal ini. Ia juga mampu membuat api Alchemist, yang sebenarnya adalah mana yang diubah menjadi energi panas, Jhuro sempat merasa pemuda ini memiliki potensi untuk meracik beberapa ramuan tingkat rendah walau pun kelasnya bukanlah Alchemist.

“Paman, belati itu... mau pakai racun apa?”

Jhuro tersenyum mendengar pertanyaan Tharu. Setelah selesai mengusap belati yang dimaksud dengan kain bersih, ia mengeluarkan botol lain dari dalam mystic bag-nya.

Berbeda dengan botol racun lain, botol kecil yang ini berisi cairan berwarna transparan seperti menampung air minum.

Melihat itu, ekspresi di wajah Tharu semakin penasaran.

“Kamu gak tau racun apa ini kan? Hehe. Orang lain juga gak ada yang tau. Ini racun hasil karya masterpiece-ku, cuma bisa kubuat sekali dan gak pernah kugunakan sebelumnya.”

Tharu menghisap udara dingin dari sela-sela giginya. Ia tahu seberapa mengerikannya racun Jhuro. Melihat botol tanpa warna itu, imajinasinya menjadi liar. Jika racun biasa sudah mematikan, lalu yang ini kekuatannya seperti apa?

“Paman, apa nama racun ini?”

“Nama? Hmm, aku gak pernah kasih nama.”

Jhuro mengangkat botol racun tersebut. Dengan bantuan cahaya redup gua itu, ia bisa melihat kristal-kristal racun kecil dari dekat.

“Buat apa kasih nama? Ini racun gak ada warnanya, gak ada baunya, gak ada penangkalnya. Aku sengaja gak namain racun ini biar yang kena gak bakal bisa tau alasannya mati kenapa. Hahaha!”

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>